KOTIM, PATROLI — Brimob Polda Kalimantan Tengah (Kalteng) mengamankan polemik antara warga dan pihak PT. MAP.
Pada Sabtu (27/9/2025), diamankan seorang warga saat sedang memanen di lahan Milik Edy P (45), warga Desa Penyang, Kecamatan Telawangkan Sampit-Kotim, Kalteng.
Dari informasi yang dihimpun, Edy telah menyatakan keberatan karena PT MAP tidak mengidahkan surat Berita Acara Nomor: 500174/326/D/SCKTRP4/2025 yang dibuat pada tanggal 24 April 2025.
Pada Kamis lalu, dilakukan pertemuan di Ruang Rapat 8 Sekretariat Daerah Kabupaten Kotim bersama organisasi perangkat daerah (OPD) dan instansi terkait lainnya berdasarkan surat undangan nomor: 500/174/316/DISCKTRP 4/2025.
Pertemuan tersebut antara lain menghasilkan kesimpulan tentang lahan sita Satgas PKH penguasaan kawasan hutan diserahkan kepada pemerintah pusat.
Pengelolaan lahan dilakukan melalui koperasi, namun hal itu belum berjalan atau belum dilaksanakan.
Pada pertemuan itu, masing-masing pihak diminta untuk menjaga kondusifitas keamanan dan ketertiban, serta tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pengoprasiannya, lahan sitaan Satgas PKH agar senantiasa berkordinasi dengan baik sebagaimana berita acara yang telah ditetapkan beberapa penekanan dari Satgas PKH.
Akan tetapu, semua ini dianggap tida diindahkan PT MAP. Yang mana perusahaan ini diduga melakukan pemanenan secara prontal dengan tidak menanggapi kewenangan Satgas PKH.
Menurut keterangan salah seorang warga, untuk pengamanan, terlihat anggota Brimob Kalteng dilengkapi senjata hingga gas air mata.
“Kabupaten Kotim ini seperti daerah tidak aman. Aparat dilengkai senjata sedangkan masyarakat tidak membawa apaapa,” ungkapnya.
Menurut warga yang tidak mau disebutkan namanya itu, warga Desa Penyang hanya mempertahankan haknya, yang mayoritas warisan dari orangtuanya yang pada zaman dahulu mereka bercocok tanam berpindah tempat.
“Atas lahan yang ditanami oleh pihak perusahaan tersebut, masyarakat hanya meminta ganti rugi, tapi perusahaan tidak pernah menanggapinya. Dengan waktu yang cukup lama, membuat masyarakat kesal sehingga mengikuti jejak perusahaan melakukan panen,” bebernya.
Menurutnya, atas polemik ini, Brimob sebenarnya tidak perlu terlibat dan ikut berbicara, terlebih mereka tidak tahu silsilah lahan tersebut.
“Mereka kan pendatang, cukup menjadi orang tengah saja antara kedua belah pihak. Tolong tengahi dan jangan membelok ke perusahaan. Kami orang susah, jangan dibikin susah,” katanya.
Ia mengatakan, warga berani melakukan panen karena perusahaan pun turut memanen.
“Kami punya data yang sah, surat-surat lengkap bahwa lahan ini peninggalan orangtua kami,” ujarnya.
Ia menerangkan, pada sebuah pertemuan terjadi perang mulut antara pemilik lahan dengan Satuan Brimob, ditambah karyawan PT. MAP dihentikan aktivitasnya oleh pemilik lahan akibat sudah berulang kali melakukan pemanenan di lahan tersebut.
“Hal itu masih dimaklum, tapi kali ini pemilik lahan tidak terima dan langsung menghentikan kegiatannya dengan beking anggota Brimob, sehingga terjadi adu mulut antara anggota Brimob dan pemilik lahan. Pemilik lahan hanya menghentikan kegiatan karyawan PT MAP sebelum ada titik penyelesaian. Anggota Brimob yang disebut menjadi beking perusahaan juga tidak terima,” jelasnya.
Ia memaparkan, suasana semakin memanas setelah salah satu pihak melontarkan kata-kata yang dinilai ancaman.
“Katanya, lahan ini bisa selesai apa bila ada korban. Contoh seperti kejadian di Bangkal, Hamparan dan BJAP. Yang mana terjadi penembakan oleh Anggota Brimob,” ujar warga.
“Kemudian pihak Brimob mengatakan lagi kepada pemilik lahan, yang bahasanya “mungkin kamu giliran selanjutnya”. Nah ucapan itu sudah termasuk pengancaman terhadap masyarakat,” katanya. (sy)